Di tengah kepungan hutan beton yang diisi mal dengan berbagai diskon serta apartemen dengan harga selangit, sekali-sekali kita masih memperhatikan warga Suku Baduy (Suku Badui) melintas di pinggir jalan, tak beralas kaki, mengenakan pakaian kain sederhana, berikut ikat di kepalanya. Kalau ditanya, mereka menjawab hendak menjual madu atau mengunjungi saudara di kota.
Orang Baduy menyebut diri mereka Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Kata \\\’baduy\\\’ adalah sebutan dari peneliti Belanda, mengacu pada kesamaan mereka dengan klasifikasi Arab Badawi yang gemar bermigrasi-pindah.
Suku Baduy berdomisili pas di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Pemukiman mereka sbobet88 berjarak sekitar 40 km dari Rangkasbitung, sentra kota di Lebak, Banten.
Warga Baduy Dangka telah tinggal di luar tanah adat. Mereka tak lagi terikat oleh peraturan atau kepercayaan animisme Sunda Wiwitan yang dijunjung Suku Baduy.
Mereka juga telah mengenyam pendidikan dan mengerti teknologi.
Lalu warga Baduy Luar adalah yang tinggal di dalam tanah adat. Mereka masih menjunjung kepercayaan Sunda Wiwitan.
Di tengah kehidupan yang masih tradisional, mereka telah melek pendidikan dan teknologi.
Ciri khas mereka terlihat dari pakaian serba hitam dan ikat kepala biru.
Yang terakhir adalah warga Baduy Dalam atau Baduy Jero. Mereka berdomisili di pelosok tanah adat. Pakaian mereka serba putih.
Kepercayaan Sunda Wiwitan masih kental di Baduy Dalam. Warga di sini juga dianggap memiliki kedekatan dengan leluhur.
Mereka tak mengenyam pendidikan, melek teknologi, pun tak beralas kaki, karena hidup apa adanya dirasa sebagai sistem untuk tetap dekat dengan Yang Maha Esa.
Eksistensi Baduy Dalam dilindungi oleh Baduy Dangka dan Baduy Luar. Kedua lapisan ini bertugas menyaring \\\”terjangan berita dari dunia luar” sehingga adat istiadat Suku Baduy tetap terjaga.
Kalau warga Baduy Dangka banyak yang membuka usaha jasa pemandu tamasya, daerah makan, dan penjual oleh-oleh, karenanya warga Baduy Luar dan Baduy Dalam masih banyak yang berternak dan bertani.
Persawahan di Desa Kanekes masih terjaga keasriannya, meski telah semakin banyak pabrik yang dibangun di Rangkasbitung.
Hasil pertanian mereka umumnya dipasarkan di Pasar Kroya, Pasar Cibengkung, dan Ciboleger.
Pemerintahan Suku Baduy
Mengutip artikel di web legal Pemprov Banten, Suku Baduy mengetahui dua sistem pemerintahan, adalah sistem nasional, yang meniru peraturan negara Indonesia, dan sistem adat yang meniru adat istiadat yang dipercaya masyarakat.
Kedua sistem hal yang demikian digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tak terjadi benturan. Secara nasional, warga dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, meski secara adat patuh pada pimpinan adat tertinggi, adalah pu’un.
Jabatan pu’un berlangsung turun-temurun, tapi tak otomatis dari bapak ke si kecil, tapi bisa juga kerabat lainnya.
Jangka waktu jabatan pu’un tak diatur, cuma menurut pada kesanggupan seseorang mengendalikan jabatan hal yang demikian.
Sebagai pedoman kepatuhan kepada penguasa, Suku Baduy secara rutin menjalankan tradisi Seba ke Kesultanan Banten.
Hingga sekarang, upacara seba hal yang demikian terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui Bupati Kabupaten Lebak.
Kepercayaan Suku Baduy
Menurut kepercayaan yang mereka anut, Suku Baduy mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa yang diutus ke bumi.
Asal masukan hal yang demikian acap kali pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.
Adam dan keturunannya, termasuk Suku Baduy, memiliki tugas bertapa demi menjaga harmoni dunia.
Oleh karena itu Suku Baduy betul-betul menjaga kelestarian lingkungannya dalam upaya menjaga keseimbangan alam semesta. Tidak ada eksploitasi air dan tanah yang berlebihan bagi mereka. Cukup adalah batasannya.
Objek kepercayaan khususnya bagi Suku Baduy adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral.
Suku Baduy mengunjungi lokasi hal yang demikian untuk menjalankan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli.
Hanya pu\\\’un (ketua adat tertinggi) dan beberapa member masyarakat terpilih saja yang meniru rombongan pemujaan hal yang demikian.
Di rumit Arca Domas hal yang demikian terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Kalau pada ketika pemujaan ditemukan batu lumpang hal yang demikian ada dalam situasi penuh air yang bening, itu adalah pedoman bahwa hujan pada tahun hal yang demikian akan banyak turun, dan panen akan sukses bagus.
Tata berkunjung ke Desa Kanekes Suku Baduy
Mengutip Indonesia Kaya, Desa Kanekes bisa dikunjungi melalui Terminal Ciboleger sebagai pemberhentian terakhir kendaraan bermotor.
Dari sini pemandu akan mengajak pelancong melintasi bukit masuk ke dalam hutan sampai menemukan desa warga Baduy Luar.
Bagi yang sempat mengunjungi Suku Baduy pasti bakal terkagum-terkagum dengan panorama alamnya yang indah dan perilaku warganya yang ramah tamah.
Tetapi selama kunjungan, turis patut menjaga adat istiadat Suku Baduy.
Tata berkunjung yang paling utama adalah menjaga kelestarian alam, dengan tak membuang sampah sembarang, memakai barang dalam kemasan sekali pakai, dan memakai pasta gigi dan sabun di sungai.
Tata lain tergantung wilayah yang bakal didatangi, Baduy Luar atau Baduy Dalam.
Sebab Suku Baduy punya konsep menjauh dari hal yang berbau duniawi, sebaiknya datang dengan pakaian tertutup serta melupakan gadget yang dibawa, seperti telepon genggam atau kamera. Warga Baduy Dalam juga dikenal tak menyenangi dipotret.
Kalau masih linglung dengan peraturan berkunjung ke sana, sebaiknya datang bersama pemandu tamasya yang adalah warga Suku Baduy. Selain bisa membeberkan adat istiadat lebih lengkap, usaha ini juga sebagai format memajukan perekonomian Suku Baduy.
Tetapi, Desa Kanekes tetap terlarang bagi warga negara asing. Sebagian wartawan asing yang mencoba masuk untuk mengetahui Suku Baduy sampai sekarang selalu ditolak masuk.