Catatan sejarah mengenai perjumpaan China dan Jawa disebutkan terjadi pada masa pemerintahan keenam Kaisar Yongjian (131 M).
Disebutkan bahwa Raja Yediao (Jawa) bernama Bian mengirim utusan mereka untuk memberikan sesembahan ke China.
Lalu sebagai balasan, kaisar menghadiahinya stempel emas kekaisaran dan pita berwarna ungu. Menurut catatan sejarah, terdapat lima poin yang bisa dipelajari dari perjumpaan China dan Jawa di masa itu.
Di antaranya perharian pada ajaran agama, posisi geografis negara yang dikunjungi, kebiasaan dan adat istiadat, kekayaan alam, serta hubungan dagang.
Nurni Wahyu Wuryandari Dosen Program Studi Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Kebiasaan, Universitas Indonesia menambahkan, manfaat catatan negara asing dalam manuskrip China.
Bagi Tiongkok, catatan itu menjadi sumber pengetahuan mengenai negeri asing slot thailand gacor resmi terkait info posisi geografis, adat istiadat, kekayaan alam dan lain sebagainya.
Tapi bagi Indonesia, ini menjadi sumber materi untuk membuka kajian tidak cuma bagi sinolog, melainkan juga sebagai kajian kolaborasi dengan para arkeolog, sejarahwan dan peminat kebahasaan.
Kecuali itu, hasil dari kajian ini bisa memperkaya catatan sejarah nusantara. Sejarah sastra China dalam manuskrip Jawa Sementara itu, Sumarno, Peneliti Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Kebiasaan Verbal (PR MLTL) menjelaskan tentang jejak sastra China dalam manuskrip jawa.
Menurutnya, peradaban bangsa China sudah ada sejak ribuan tahun.
Bukti peradaban itu ditandai dengan adanya temuan yang adalah pedoman permulaan mula lahirnya sastra China. Penemuan hal yang demikian sudah berumur lebih dari 3400 tahun.
Sumarno mengisahkan, lahirnya ahli filsafat di China berimbas terhadap karya-karya yang sudah lahir pada masa itu.
Dia juga menyuarakan, kisah peradaban China lewat hasil karya-karyanya banyak ditemui tentang ajaran agama budha mengenai sistem berfikir, berpolitik, serta belajar literatrur, filosofi, dan ilmu pengobatan China.
Karya sastra adalah cerminan keadaan sosial masyarakat. Orang China mempersembahkan karya sastra mereka dalam wujud bahasa China yang disesuaikan dengan bahasa tempat tinggal.
Sastra China dalam manuskrip Jawa bisa ditemukan di berbagai perpustakaan, di antaranya Museum Reksapustaka Mangkunegaran di Surakarta, Museum Radyapustaka Surakarta, Museum Sonobudoyo Yogyakarta, dan fasilitas ilmu kebiasaan di Universitas Indonesia Jakarta.
Sastra China dalam manuskrip Jawa memiliki poin lebih, dan ini adalah bukti nyata bahwa bangsa China benar-benar menghormati leluhur mereka, melainkan tidak menimbulkan perselisihan dengan kebiasaan setempat.